Batam(Pinmas)—Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, tantangan yang dihadapi lembaga pendidikan pondok pesantren semakin berat. Apalagi melihat fenomena saat ini terjadi penurunan lembaga ini dalam melahirkan ulama-ulama baru.
“Kalau ulama meninggal susah cari pengganti. Pondok pesantren dalam waktu dekat tidak dapat mewujudkan,” kata Menag pada halaqah pimpinan pondok pesantren dan tokoh pendidikan Islam di Batam, Senin (2/7) malam.
Menurut Menag, pondok pesantren harus berupaya mengantisipasi masalah tersebut, sehingga senantiasa ada ulama disamping memiliki ilmu pengetahuan yang luas juga memiliki ciri-ciri kepriadian khusus seperti keikhlasan, mau berjuang keras serta memiliki kepedulian sesama.
Selain masalah tersebut, lanjut Menag, pondok pesantren juga menghadapi tantangan lain, semakin melemahnya penguasaan para santri terhadap kitab-kitab kuning, kitab berbahasa arab sebagai standar literatur pondok pesantren.
Kelemahan ini disebabkan oleh beberapa hal yang diantaranya adalah menurunnya konsentrasi pengembangan tafaqquh fiddin, baik yang berkembang di pondok pesantren maupun lembaga lembaga pendidikan keislaman lainnya seperti madrasah dan perguruan tinggi Islam.
Padahal tafaqquh fiddin sangat diharapkan untuk mengarahkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam dan mengembangkkannya di tengah masyarakat. Dalam konteks ini,konservasi dan pengembangan tafaqquh fiddin menjadi sebuah kebutuhan dan tidak dapat ditawar.
“Kalau kitab kuning diganti dengan terjemahan memang memudahkan, tapi dari segi keilmuan kurang tepat,” kata menteri.
Adapun tantangan lain pondok pesantren saat ini adalah rendahnya respon lembaga ini menghadapi perubahan zaman. Semestinya pesantren cepat dalam inovasi perbagai hal seperti kurikulum yang disesuaikan dengan perkembangan saat ini,seperti penafsiaran Alquran yang sesuai dengan perkembangan zaman, tidak stagnan hanya sesuai fiqih dan sejarah.
Selain itu pesantren juga menghadapi tantangan, menurunnya animo masyarakat untuk menempuh pendidikan di lembaga ini, apakah dari pihak orang tua maupun anak-anaknya.“saya berharap dari pertemuan ini akan lahir gagasan dan saran-saran bagaimana mengembangkan pondok pesantren yang lebih mandiri, modern dan tanpa harus meninggalkan jati diri dan kekhasnya,” kata Menag pada pertemuan yang dihadiri mantan Menag Said Aqil Al Munawar, Dirjen Pendidikan Islam Nur Syam, Ketua Komisi VIII DPR Ida Fauziah. (ks)
“Kalau ulama meninggal susah cari pengganti. Pondok pesantren dalam waktu dekat tidak dapat mewujudkan,” kata Menag pada halaqah pimpinan pondok pesantren dan tokoh pendidikan Islam di Batam, Senin (2/7) malam.
Menurut Menag, pondok pesantren harus berupaya mengantisipasi masalah tersebut, sehingga senantiasa ada ulama disamping memiliki ilmu pengetahuan yang luas juga memiliki ciri-ciri kepriadian khusus seperti keikhlasan, mau berjuang keras serta memiliki kepedulian sesama.
Selain masalah tersebut, lanjut Menag, pondok pesantren juga menghadapi tantangan lain, semakin melemahnya penguasaan para santri terhadap kitab-kitab kuning, kitab berbahasa arab sebagai standar literatur pondok pesantren.
Kelemahan ini disebabkan oleh beberapa hal yang diantaranya adalah menurunnya konsentrasi pengembangan tafaqquh fiddin, baik yang berkembang di pondok pesantren maupun lembaga lembaga pendidikan keislaman lainnya seperti madrasah dan perguruan tinggi Islam.
Padahal tafaqquh fiddin sangat diharapkan untuk mengarahkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam dan mengembangkkannya di tengah masyarakat. Dalam konteks ini,konservasi dan pengembangan tafaqquh fiddin menjadi sebuah kebutuhan dan tidak dapat ditawar.
“Kalau kitab kuning diganti dengan terjemahan memang memudahkan, tapi dari segi keilmuan kurang tepat,” kata menteri.
Adapun tantangan lain pondok pesantren saat ini adalah rendahnya respon lembaga ini menghadapi perubahan zaman. Semestinya pesantren cepat dalam inovasi perbagai hal seperti kurikulum yang disesuaikan dengan perkembangan saat ini,seperti penafsiaran Alquran yang sesuai dengan perkembangan zaman, tidak stagnan hanya sesuai fiqih dan sejarah.
Selain itu pesantren juga menghadapi tantangan, menurunnya animo masyarakat untuk menempuh pendidikan di lembaga ini, apakah dari pihak orang tua maupun anak-anaknya.“saya berharap dari pertemuan ini akan lahir gagasan dan saran-saran bagaimana mengembangkan pondok pesantren yang lebih mandiri, modern dan tanpa harus meninggalkan jati diri dan kekhasnya,” kata Menag pada pertemuan yang dihadiri mantan Menag Said Aqil Al Munawar, Dirjen Pendidikan Islam Nur Syam, Ketua Komisi VIII DPR Ida Fauziah. (ks)
No comments:
Post a Comment