Tuesday, 10 July 2012

KEBIJAKAN UMUM PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN GURU


     Materi ini berupa pengantar umum yang mengulas serba sekilas mengenai kebijakan umum pembinaan dan pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sajian materi  ini dimaksudkan sebagai pengantar materi utama yang disajikan pada bagian berikutnya,  yaitu  peningkatan  kompetensi,  penilaian    kinerja,  pengembangan karir perlindungan dan penghargaan, serta etika profesi.
A.    Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang mengalami kecepatan dan percepatan luar biasa,   memberi   tekanan   pada   perilaku   manusia   untuk   dapat   memenuhi   kebutuhan   dan   tuntutan hidupnya. Di bidang  pendidikan,   hal   ini   memunculkan   kesadaran   baru   untuk   merevitalisasi   kinerja guru   dan   tenaga   kependidikan   dalam   rangka   menyiapkan   peserta   didik   dan   generasi   muda   masa depan yang mampu merespon kemajuan IPTEK, serta kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
       Peserta   didik   dan   generasi   muda   sekarang   merupakan   manusia   Indonesia   masa   depan   yang hidup pada era global. Globalisasi memberi penetrasi terhadap kebutuhan untuk mengkreasi model-model dan proses-proses pembelajaran secara inovatif, kreatif, menyenangkan, dan transformasional bagi pencapaian kecerdasan global, keefektifan, kekompetitifan, dan karakter bangsa. Negara-negara yang berhasil mengoptimasi kecerdasan,  menguasai  IPTEK, keterampilan, serta karakter bangsanya akan    menjadi    pemenang.     Sebaliknya,    bangsa-bangsa      yang   gagal  mewujudkannya       akan   menjadi pecundang.
         Aneka   perubahan   era   globalisasi,   agaknya menjadi   ciri   khas   yang   berjalan   paling   konsisten. Manusia modern menantang, mencipta, sekaligus berpotensi diterpa oleh   arus   perubahan. Perubahan peradaban ini menuntut pertaruhan dan respon manusia yang kuat agar siap menghadapi tekanan internal dan eksternal, serta menunjukkan eksistensi diri dalam alur peradaban.
         Pada era globalisasi, profesi guru bermakna strategis, karena penyandangnya   mengemban tugas sejati   bagi   proses   kemanusiaan,   pemanusiaan,  pencerdasan,   pembudayaan,   dan   pembangun karakter bangsa.   Esensi   dan   eksistensi   makna   strategis   profesi   guru   diakui   dalam   realitas  sejarah pendidikan di Indonesia. Pengakuan itu memiliki kekuatan formal tatkala tanggal 2 Desember 2004,
       Presiden   Soesilo   Bambang   Yudhoyono   mencanangkan   guru   sebagai   profesi.   Satu   tahun   kemudian, lahir   Undang-undang (UU)   No.  14   Tahun    2005   tentang    Guru   dan   Dosen,   sebagai    dasar  legal pengakuan atas profesi guru dengan segala dimensinya.
       Metamorfosis harapan untuk  melahirkan  UU  tentang   Guru dan  Dosen    telah   menempuh perjalanan panjang. Pencanangan Guru sebagai Profesi oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menjadi salah satu akselerator lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 itu. Di dalam UU ini disebutkan bahwa guru     adalah    pendidik    profesional    dengan tugas utama mendidik,    mengajar,     membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
       Pasca lahirnya UU No.  14  Tahun   2005   tentang   Guru   dan  Dosen,   diikuti  dengan   beberapa produk hukum yang menjadi dasar implementasi kebijakan.
       Aneka produk hukum itu semua bermuara pada pembinaan dan pengembangan profesi guru, sekaligus sebagai pengakuan atas kedudukan guru sebagai tenaga profesional. Pada tahun 2012 dan seterusnya     pembinaan dan  pengembangan  profesi  guru  harus   dilakukan   secara   simultan,  yaitu mensinergikan dimensi  analisis   kebutuhan, penyediaan, rekruitmen, seleksi,  penempatan, redistribusi, evaluasi kinerja, pengembangan   keprofesian   berkelanjutan,  pengawasan   etika   profesi, dan sebagainya.     Untuk tujuan itu, agaknya diperlukan produk hukum baru yang mengatur tentang sinergitas   pengelolaan    guru   untuk   menciptakan     keselarasan   dimensi-dimensi     dan  institusi  yang terkait.
B.    Empat Tahap Mewujudkan Guru Profesional
Kesadaran untuk menghadirkan guru dan tenaga kependidikan yang profesional sebagai sumber daya utama pencerdas bangsa, barangkali sama  tuanya    dengan sejarah   peradaban      pendidikan.    Di Indonesia,   khusus   untuk   guru,   dilihat   dari   dimensi   sifat   dan   substansinya,   alur   untuk   mewujudkan guru yang benar-benar profesional, yaitu: (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi, (2) induksi guru    pemula     berbasis    sekolah,    (3)  profesionalisasi     guru   berbasis    prakarsa    institusi,  dan   (4) profesionalisasi guru berbasis individu atau menjadi guru madani.
       Berkaitan   dengan   penyediaan   guru,   UU   No.   14   Tahun  2005   tentang   Guru   dan   Dosen   dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa penyediaan guru menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang dalam buku ini disebut sebagai penyediaan   guru   berbasis   perguruan tinggi.   Menurut   dua   produk   hukum   ini,   lembaga   pendidikan tenaga   kependidikan   dimaksud  adalah   perguruan   tinggi   yang   diberi   tugas   oleh  pemerintah   untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan  dasar,  dan/atau pendidikan menengah,  serta    untuk     menyelenggarakan   dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
        Guru dimaksud harus  memiliki     kualifikasi   akademik  sekurang-kurangnya S1/D-IV dan bersertifikat    pendidik. Jika  seorang   guru   telah   memiliki   keduanya,     statusnya    diakui  oleh   negara sebagai guru profesional. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maupun PP No. 74 tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa  ke depan,   hanya  yang berkualifikasi    S1/D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru. Itu pun jika mereka telah menempuh   dan   dinyatakan   lulus   pendidikan   profesi.   Dua   produk   hukum   ini   menggariskan   bahwa peserta     pendidikan     profesi  ditetapkan     oleh  menteri,    yang   sangat    mungkin     didasari   atas  kuota kebutuhan formasi.
       Khusus untuk pendidikan profesi guru, beberapa amanat penting yang dapat disadap dari dua produk hukum ini. Pertama, calon peserta pendidikan profesi berkualifikasi S1/D-IV. Kedua, sertifikat pendidik     bagi  guru    diperoleh    melalui    program pendidikan  profesi   yang    diselenggarakan      oleh perguruan   tinggi   yang   memiliki   program   pengadaan tenaga   kependidikan   yang   terakreditasi,   baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah. Ketiga, sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.  Keempat,  jumlah    peserta    didik  program     pendidikan    profesi   setiap   tahun   ditetapkan oleh Menteri. Kelima, program pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik.  Keenam, uji kompetensi pendidik    dilakukan    melalui   ujian   tertulis  dan   ujian   kinerja  sesuai dengan standar kompetensi.  Ketujuh, ujian  tertulis  dilaksanakan   secara   komprehensif   yang   mencakup   penguasaan: (1) wawasan atau    landasan kependidikan, pemahaman  terhadap  peserta didik,  pengembangan kurikulum atau   silabus,   perancangan   pembelajaran, dan   evaluasi   hasil  belajar; (2) materi   pelajaran secara   luas   dan   mendalam   sesuai   dengan   standar   isi   mata   pelajaran,   kelompok   mata   pelajaran, dan/atau program yang diampunya; dan (3) konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang   secara   konseptual   menaungi   materi   pelajaran,   kelompok   mata   pelajaran,   dan/atau  program yang   diampunya.  Kedelapan,   ujian   kinerja   dilaksanakan   secara   holistik   dalam   bentuk   ujian   praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial pada satuan pendidikan yang relevan.
        Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008 mengisyaratkan bahwa ke depan hanya  seseorang yang   berkualifikasi    akademik sekurang-kurangnya   S1   atau   D-IV   dan   memiliki sertifikat pendidiklah yang “legal” direkruit sebagai guru. Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas, harapannya  tidak   ada   alasan   calon   guru  yang     direkruit   untuk bertugas  pada sekolah-sekolah  di Indonesia berkualitas di bawah standar. Namun demikian, ternyata setelah mereka direkruit untuk menjadi   guru,   yang   dalam   skema   kepegawaian   negara   untuk   pertama   kali   berstatus  sebagai   calon pegawai negeri sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh   ketika menginjakkan kaki pertama kali di kampus sekolah. Melainkan, mereka masih harus memasuki fase prakondisi yang disebut dengan induksi.
        Ketika    menjalani     program     induksi,   diidealisasikan     guru   akan    dibimbing     dan   dipandu     oleh mentor     terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas-tugas profesional. Ini pun tentu tidak mudah, karena di daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang nun   jauh   di   sana,   sangat   mungkin   akan   menjadi   tidak   jelas   guru   seperti   apa   yang   tersedia   dan bersedia   menjadi   mentor   sebagai   tandem   itu. Jadi,   sunggupun   guru   yang   direkruit   telah   memiliki kualifikasi   minimum  dan   sertifikat   pendidik,   yang   dalam   produk   hukum   dilegitimasi   sebagai   telah memiliki kewenangan penuh, masih diperluan program induksi untuk memposisikan mereka menjadi guru yang benar-benar profesional.
        Pada   banyak   literatur  akademik,  program   induksi   diyakini merupakan   fase  yang   harus   dilalui ketika   seseorang   dinyatakan   diangkat   dan   ditempatkan   sebagai   guru.   Program   induksi   merupakan masa   transisi   bagi   guru   pemula   (beginning   teacher)   terhitung   mulai   dia   petama   kali   menginjakkan kaki   di   sekolah   atau satuan  pendidikan   hingga   benar-benar   layak  dilepas   untuk  menjalankan   tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri.
        Kebijakan   ini  memperoleh legitimasi  akademik, karena   secara    teoritis  dan    empiris   lazim dilakukan  di  banyak negara.   Sehebat apapun  pengalaman  teoritis   calon   guru   di  kampus,    ketika menghadapi realitas dunia kerja, suasananya akan lain. Persoalan mengajar bukan hanya berkaitan dengan  materi apa  yang akan diajarkan dan bagaimana   mengajarkannya, melainkan      semua subsistem   yang   ada   di   sekolah   dan   di   masyarakat   ikut   mengintervensi   perilaku   nyata   yang   harus ditampilkan   oleh   guru,   baik   di   dalam   maupun   di   luar   kelas.   Di   sinilah   esensi   progam   induksi   yang tidak dibahas secara detail di dalam buku ini.
        Ketika guru selesai  menjalani   proses  induksi  dan  kemudian  secara rutin keseharian menjalankan tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau proses penumbuhan dan pengembangan profesinya   tidak   berhenti   di   situ.   Diperlukan   upaya   yang   terus-menerus   agar   guru   tetap   memiliki pengetahuan  dan    keterampilan      yang    sesuai  dengan      tuntutan     kurikulum serta   kemajuan   ilmu pengetahuan  dan   teknologi.    Di  sinilah   esensi   pembinaan dan   pengembangan profesional    guru. Kegiatan   ini   dapat   dilakukan   atas   prakarsa   institusi,   seperti   pendidikan  dan  pelatihan,  workshop, magang,   studi   banding,  dan   lain-lain   adalah   penting.   Prakarsa   ini   menjadi   penting,   karena   secara umum  guru pemula masih memiliki keterbatasan, baik finansial, jaringan,   waktu,   akses,   dan sebagainya.
C.    Alur Pengembangan Profesi dan Karir
Saat    ini,  pengakuan    guru   sebagai   profesi   dan  tenaga    profesional   makin    nyata.  Pengakuan  atas kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi mengangkat martabat dan peran guru sebagai agen    pembelajaran      untuk   meningkatkan      mutu    pendidikan    nasional.  Aktualitas    tugas   dan   fungsi penyandang profesi guru berbasis pada prinsip-prinsip: (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;  (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;  (5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;  (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan  prestasi   kerja; (7)  memiliki    kesempatan untuk  mengembangkan  keprofesionalan  secara berkelanjutan   dengan  belajar  sepanjang   hayat;  (8)  memiliki   jaminan   perlindungan   hukum dalam melaksanakan tugas    keprofesionalan;     dan   (9)  memiliki     organisasi    profesi   yang   mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
        Saat ini penyandang profesi guru telah  mengalami  perluasan   perspektif   dan   pemaknaannya. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.  74   Tahun   2008   tentang   Guru,   sebutan  guru  mencakup:   (1) guru  --  baik   guru   kelas,   guru   bidang   studi/mata   pelajaran,   maupun   guru   bimbingan   dan   konseling atau konselor; (2) guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah; dan (3) guru dalam jabatan pengawas. Dengan demikian, diharapkan terjadi sinergi di dalam pengembangan profesi dan karir profesi guru di masa depan.
       Telah lama berkembang kesadaran publik bahwa tidak ada guru, tidak ada pendidikan formal. Telah muncul pula kesadaran bahwa tidak ada pendidikan yang bermutu, tanpa kehadiran guru yang profesional dengan jumlah yang mencukupi. Pada sisi lain, guru yang profesional nyaris tidak berdaya tanpa dukungan tenaga kependidikan yang profesional pula. Paralel dengan itu, muncul pranggapan, jangan bermimpi menghadirkan guru yang profesional, kecuali persyaratan pendidikan, kesejahteraan,  perlindungan, dan pemartabatan, dan pelaksanaan etika profesi mereka terjamin.
        Selama menjalankan tugas-tugas profesional, guru dituntut  melakukan   profesionalisasi   atau proses penumbuhan dan   pengembangan profesinya.   Diperlukan    upaya   yang   terus-menerus  agar guru   tetap   memiliki   pengetahuan   dan   keterampilan   yang   sesuai   dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan IPTEK. Di sinilah esensi pembinaan dan pengembangan profesional guru. Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa  institusi,  seperti   pendidikan  dan pelatihan,  workshop,   magang,  studi banding,     dan   lain-lain.  Prakarsa ini  menjadi  penting,  karena secara umum  guru  masih memiliki keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses, dan sebagainya.
        Peraturan   Pemerintah   (PP) No.   74 Tahun   2008   membedakan  antara     pembinaan  dan pengembangan  kompetensi  guru yang belum dan yang sudah    berkualifikasi    S-1   atau   D-IV. Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada perguruan tinggi yang   menyelenggarakan   program   pendidikan   tenaga   kependidikan   dan/atau   program   pendidikan nonkependidikan yang terakreditasi.
        Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik dilakukan dalam rangka  menjaga  agar kompetensi keprofesiannya  tetap    sesuai    dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni,  dan budaya dan/atau olah raga. Pengembangan dan   peningkatan   kompetensi   dimaksud   dilakukan   melalui   sistem   pembinaan dan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional.
        Pembinaan dan pengembangan keprofesian guru meliputi pembinaan kompetensi-kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Sementara itu, pembinaan dan pengembangan karier meliputi   penugasan,   kenaikan   pangkat,   dan   promosi.   Upaya   pembinaan  dan pengembangan karir guru     ini  harus    sejalan    dengan     jenjang    jabatan    fungsional  mereka. Pola   pembinaan  dan pengembangan profesi dan karir guru tersebut, diharapkan dapat menjadi acuan bagi institusi terkait dalam melaksanakan pembinaan profesi dan karir guru.
        Pengembangan profesi dan karir diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam  rangka  pelaksanaan  proses  pendidikan  dan  pembelajaran   di   kelas   dan   di  luar kelas. Inisiatif meningkatkan  kompetensi  dan profesionalitas   ini   harus   sejalan   dengan upaya untuk  memberikan penghargaan, peningkatan kesejahteraan dan perlindungan terhadap guru.
       Seperti telah dijelaskan di atas, PP No. 74 Tahun 2005 tentang Guru mengamanatkan bahwa terdapat  dua  alur  pembinaan dan pengembangan profesi  guru,  yaitu: pembinaan      dan pengembangan   profesi, dan  pembinaan   dan   pengembangan   karir.   Pembinaan   dan   pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian,    sosial,  dan   profesional. Pembinaan  dan   pengembangan  profesi  guru   sebagaimana      dimaksud     dilakukan    melalui   jabatan fungsional.
       Semua guru memiliki hak yang sama untuk mengikuti kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi.  Program   ini   berfokus   pada   empat   kompetensi   di   atas.   Namun   demikian,   kebutuhan   guru akan    program     pembinaan dan  pengembangan  profesi   beragam     sifatnya. Kebutuhan  dimaksud dikelompokkan ke dalam lima   kategori, yaitu   pemahaman  tentang     konteks    pembelajaran, penguatan penguasaan  materi,   pengembangan  metode     mengajar,     inovasi   pembelajaran,      dan pengalaman tentang teori-teori terkini.
        Kegiatan   pembinaan   dan   pengembangan   profesi   dapat   dilakukan   oleh   institusi   pemerintah, lembaga   pelatihan  (training   provider)   nonpemerintah,   penyelenggara,   atau   satuan   pendidikan.   Di tingkat   satuan   pendidikan, program ini dapat dilakukan oleh guru pembina, guru inti, koordinator guru kelas, dan sejenisnya yang ditunjuk dari guru terbaik dan ditugasi oleh kepala sekolah. Analisis kebutuhan,  perumusan tujuan dan  sasaran,  desain program, implementasi dan layanan, serta evaluasi program  pelatihan dapat ditentukan secara mandiri oleh penyelenggara atau memodifikasi/mengadopsi program sejenis.
        Pembinan  dan  pengembangan  karir guru terdiri  dari   tiga   ranah,   yaitu   penugasan,   kenaikan pangkat,   dan promosi. Sebagai bagian dari pengembangan karir, kenaikan pangkat  merupakan hak guru. Dalam  kerangka pembinaan  dan   pengembangan, kenaikan     pangkat    ini  termasuk  ranah peningkatan   karir.  Kenaikan  pengkat   ini   dilakukan   melalui   dua   jalur. Pertama, kenaikan pangkat dengan  sistem pengumpulan  angka   kredit. Kedua,     kenaikan    pangkat   karena   prestasi  kerja   atau dedikasi yang luar biasa.
D.    Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan
Untuk menjadi guru profesional, perlu perjalanan panjang. Dengan demikian, kenijakan pembinaan dan   pengmbangan   profesi   guru   harus   dilakukan   secara   kontinyu,   dengan   serial   kegiatan   tertentu. Diawali dengan penyiapan calon guru, rekruitmen, penempatan, penugasan, pengembangan profesi dan karir, hingga menjadi guru profesional sejati, yang menjalani profesionalisasi secara   terus-menerus.   Merujuk   pada  alur   berpikir  ini,   guru   profesional   sesungguhnya   adalah   guru yang   di   dalam   melaksanakan   tugas   pokok   dan   fungsinya   bersifat   otonom,   menguasai   kompetensi secara komprehensif, dan daya intelektual tinggi.
        Pengembangan keprofesian guru   adakalanya     diawali   dengan     penilaian    kinerja   dan   uji kompetensi.   Untuk   mengetahui   kinerja   dan   kompetensi   guru   dilakukan   penilaian   kinerja   dan   uji kompetensi. Atas dasar  itu dapat dirumuskan profil dan peta kinerja dan kompetensinya. Kondisi nyata   itulah   yang   menjadi   salah   satu   dasar   peningkatan   kompetensi   guru.   Dengan   demikian,   hasil penilaian   kinerja   dan   uji   kompetensi   menjadi   salah   satu   basis   utama   desain   program   peningkatan kompetensi guru.
       Penilaian   kinerja   guru   (teacher   performance   appraisal)   merupakan   salah   satu   langkah   untuk merumuskan program peningkatan kompetensi guru secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan amanat      yang   tertuang   pada    Permenneg  PAN    dan   RB No. 16 Tahun 2009. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui  kemampuan guru yang sebenarnya  dalam    melaksanakan pembelajaran. Berdasarkan penilaian    kinerja  ini  juga   akan   diketahui    tentang kekuatan dan kelemahan   guru-guru, sesuai   dengan   tugasnya   masing-masing,   baik   guru   kelas,   guru   bidang   studi, maupun guru bimbingan konseling. Penilaian kinerja guru dilakukan secara periodik dan sistematis untuk mengetahui prestasi kerjanya, termasuk potensi pengembangannya
       Disamping  keharusan  menjalani    penilaian   kinerja,  guru-guru    pun   perlu  diketahui tingkat kompetensinya  melalui   uji   kompetensi.   Uji   kompetensi   dimaksudkan   untuk   memperoleh   informasi tentang     kondisi  nyata   guru   dalam    proses   pendidikan  dan  pembelajaran.  Berdasarkan  hasil  uji kompetensi   dirumuskan  profil  kompetensi  guru  menurut     level  tertentu,  sekaligus   menentukan kelayakannya.    Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah   kompeten   atau  belum  dilihat  dari  standar  kompetensi    yang   diujikan.  Dengan demikian, kegiatan   peningkatan   kompetensi  guru  memiliki  rasional  dan   pertimbangan    empiris   yang   kuat. Penilaian kinerja dan uji kompetensi guru esensinya berfokus pada keempat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru.
       Kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dengan segala cabang aktifitasnya perlu disertai dengan upaya memberi penghargaan, perlindungan, kesejateraan, dan pemartabatan guru. Karena itu, isu-isu yang relevan dengan masa depan manajemen guru, memerlukan formulasi yang sistemik dan sistematik terutama  sistem penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan,     pembinaan  karir,  pengembangan keprofesian  berkelanjutan, pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di daerah khusus.
sumber :  BAHAN  AJAR  PLPG   KEBIJAKAN    PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Materi   Pendidikan dan Latihan Profesi Guru  Tahun 2012
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan   dan Penjaminan Mutu Pendidikan   Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2012

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment

PERLU UNTUK DI BUKA