Oleh
Sunarto H. Yusuf
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra Dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo
Abstrak : struktur dan fungsi sastra lisan bunito ‘mopo’oluli’ dan potoli’ango. Artinya, bunito ini memiliki struktur berbentuk batin dan lahir. Struktur batin meliputi (1) tema; (2) rasa; (3) nada; (4) amanat, sedangkan pembahasan struktur lahir meliputi (1) diksi; (2) imaji; (3) kata nyata; (4) majas; (5) ritme dan rima. Fungsi dalam sastra lisan bunito ini meliputi tiga fungsi yakni (1) fungsi sistem proyeksi; (2) fungsi pengesahan budaya; (3) fungsi didaktis.
Kata Kunci: Struktur, Fungsi, Sastra Lisan, dan Bunito
Sastra terdiri atas dua bentuk yaitu bentuk lisan dan bentuk tulisan. Sastra yang berbentuk lisan seperti mantra, bidal, pantun, gurindam, syair, dan seloka. Novel, cerpen, puisi, dan drama, adalah jenis sastra yang berbentuk tertulis.
Di daerah Gorontalo terdapat sastra yang berupa sastra daerah Gorontalo misalnya di bidang puisi, terdapat bentuk pantungi, bunito, tuja’i, palebohu, leningo, dan taleningo. Di bidang prosa meliputi tanggomo, piilu, dan wungguli.
Sastra daerah yang telah disebutkan terdahulu merupakan sastra lisan daerah, karena penyebarannya secara lisan dari mulut ke mulut dan sifatnya anonim. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan diri pada salah satu sastra lisan tersebut yaitu bunito.
Bunito adalah salah satu ragam sastra lisan Gorontalo yang berwujud mantra. Pada pelaksanaannya bunito dapat dibagi beberapa jenis sesuai dengan keperluan penuturan bunito. Di antaranya bunito yang digunakan untuk mengobati orang sakit disebut bunito mopo’oluli, sedangkan bunito yang digunakan untuk menarik kasih sayang dari orang lain disebut bunito potoli’ango.
Oleh karena sastra lisan bunito berhubungan dengan hal-hal magis, maka sebagian masyarakat Gorontalo menganggap bunito itu bertentangan dengan ajaran agama. Hal ini berakibat pada eksistensi sastra lisan bunito yang semakin lama semakin jarang digunakan. Masyarakat Gorontalo yang masih meyakini dan percaya akan khasiat bunito itu adalah masyarakat yang mengerti dan memahami manfaat bonito itu sendiri.
Walaupun sastra lisan bonito bersifat magis, bukan berarti bunito identik dengan santet atau jampi-jampi. Istilah santet atau jampi-jampi oleh masyarakat Gorontalo dikenal dengan istilah opo-opo atau dooti. Sastra lisan bonito berbeda dengan jenis santet atau dooti. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari dua hal utama, yaitu tujuan pelaksanaan dan prosesinya. Pertama, sastra lisan bonito digunakan dengan tujuan positif, yaitu untuk mengobati atau untuk disayangi orang lain, seperti jenis yang diteliti ini. Sementara santet bertujuan negatif, yaitu untuk mengguna-guna atau mencelakakan orang lain. Kedua, sastra lisan bonito tidak membutuhkan persiapan yang terlalu rumit dalam prosesinya. Peralatan yang dibutuhkan pun cukup sederhana, hanya berupa air yang dilafalkan mantranya. Sementara santet membutuhkan persiapan yang banyak, misalnya dupa dan tempatnya pun harus khusus.
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam tentang struktur dan fungsi sastra lisan bunito. Sebagai tindak lanjut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dimaksud. Penelitian ini difokuskan pada jenis bunito Mopo’luli dan Potila’ango, yang diformulasikan menjadi, “Struktur dan Fungsi Sastra Lisan Bunito Mopoluli dan Potoli’ango bagi Masyarakat Gorontalo”.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan struktur dan fungsi sastra lisan bunito. Sumber data penelitian ini dapat diperoleh dari informan atau penutur dan bunito itu sendiri. Dalam pengumpulan data ini, peneliti menggunakan teknik wawancara dan perekem. Artinya, peneliti menemui informan untuk diwawancarai yang menyangkut permasalahan di dalam penelitiannya, setelah peneliti melakukan atau mencatat hasil wawancara dari informan, maka peneliti merekam hasil wawancara dengan menggunakan tape recorder.