Thursday 14 June 2012

Kunci Kesehatan Ada Dalam Perut Kita





 Ada lebih dari 35 ribu spesies bakteri yang hidup di saluran pencernaan manusia.
Hipokrates pada 400 SM pernah mengatakan kalimat-kalimat “kematian duduk di perut” dan “pencernaan yang jelek adalah akar segala keburukan” yang menunjukkan bahwa peran penting pencernaan pada kesehatan manusia telah diketahui sejak lama. Ucapan Hipokrates memang tak keliru. Ada dua organ tubuh yang bentuknya berbeda, namun cara kerjanya mirip, yaitu otak dan saluran pencernaan. Keduanya punya sistem saraf otonom yang membuatnya bisa bekerja tanpa campur tangan organ tubuh lainnya. Faktanya, otak yang dianggap sebagai organ utama yang mengendalikan banyak organ tubuh lain bahkan tak mampu mengendalikan saluran pencernaan. Bila saraf vagus antara otak dan saluran pencernaan dipotong maka saluran pencernaan akan tetap bekerja.
Menurut Michael Gershon, guru besar anatomi dan biologi sel Univer sitas Columbia di Amerika Serikat, sebanyak 90-95 persen saraf vagus mempunyai arah pengiriman sinyal dari saluran pencernaan menuju otak dan bukan sebaliknya. Artinya, justru perut kitalah yang memengaruhi otak. Perutlah yang mengirim pesan agar kita tak jajan lagi di restoran tertentu. Perutlah yang mengirim pesan pusing dan sakit ke otak. Namun, lebih banyak lagi pesan dari perut ke otak yang masih menjadi misteri.
Dengan demikian, boleh jadi perut sebenarnya lebih superior dibanding kan otak kita. Dengan logika ini, secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa perutlah yang menentukan kondisi dari organ-organ tubuh yang lain atau perut menentukan kondisi tubuh manusia. Tak salah bila Gershon dalam buku larisnya menyebut saluran pencernaan sebagai “otak kedua”. “Jika otak pertama berurusan dengan persoalan religi, filsafat, dan puisi maka otak kedua ini mengatur urusan pencernaan,” kata Gershon seperti dikutip Telegraph, April lalu.
Namun, saluran pencernaan tampaknya tak sekadar berurusan dengan pengolahan makanan. Ahli biologi Universitas Harvard, Henry Haiser dan Peter Turnbaugh, menilai, saluran pencernaan dengan berbagai mikroba di dalamnya bisa menjadi kunci untuk memahami masalah kesehatan. “Triliunan mikroba di dalam saluran pencernaan manusia adalah kunci untuk pemahaman menyeluruh dalam farmakologi,” tulis keduanya dalam artikel di jurnal Science yang diterbitkan Jumat (8/6).
Sejak berabad-abad, dunia kedokteran dan farmasi mencoba memahami respons tubuh manusia terhadap pengobatan. Ilmuwan telah meneliti bagai mana tubuh manusia memproses obat yang diberikan serta bagaimana faktor lingkungan dan genetika memberi kontribusi terhadap variasi dari tiap individu terhadap obat.
Namun, masih ada faktor penting yang masih belum banyak dipahami, yaitu peran mikroba yang hidup dalam saluran pencernaan.
Mikroba dalam tubuh dapat memengaruhi bagaimana sebuah zat di proses dalam berbagai cara. Misalnya, mikroba dapat mengeluarkan enzim atau protein yang bisa memicu reaksi kimia tertentu. Enzim ini bisa jadi tidak diproduksi oleh organ tubuh manusia. Meminum obat tertentu, terutama antibiotik, dapat memengaruhi komposisi dari komunitas mikroba atau mikrobioma yang menghuni saluran pencernaan.
Lalu, mikroba pun juga dapat mengubah efek dari obat. Misalnya, mikroba Eggerthella lenta yang umum dijumpai di saluran pencernaan, dapat menimbulkan reaksi kimia yang bisa menonaktifkan sepenuhnya fungsi obat jantung digoksin.
Ada juga bukti bahwa mikroba dapat memengaruhi metabolisme atau penyerapan obat secara tak langsung.
Mikroba saluran pencernaan juga terkait dengan beberapa penyakit, seperti aterosklerosis atau radang pembuluh darah yang bisa menyulut serangan jantung. Haiser dan Turnbaugh menulis, hasil pengujian pada tikus menunjukkan bahwa dengan menekan populasi mikroba tertentu, dapat mencegah timbulnya aterosklerosis.
Menurut Haiser dan Turnbaugh, dengan memahami interaksi ini maka dimungkinkan untuk meningkatkan dampak dari sebuah tindak
pengobatan. Misalnya, enzim bakteria dapat berinteraksi dengan obat kanker iri notecan yang bisa menimbulkan diare hebat. Karena itu, keduanya mengembangkan kombinasi obat irinotecan dengan sebuah zat yang bisa mencegah ekskresi enzim dari bakteri sehingga bisa mencegah dampak negatifnya. Itu sudah dibuktikan keduanya lewat percobaan pada tikus. Wilayah misteri Selama beberapa dekade ini, riset terhadap peran bakteri saluran pencernaan lebih fokus pada bakteri yang patogen dan mengenai bagaimana cara mereka menyebabkan penyakit. Namun, saat ini sudah mulai banyak penelitian mengenai peran bakteri yang banyak ditemukan dalam pencernaan mamalia. Tubuh manusia sendiri dihuni oleh banyak bakteri, virus, dan organisme mikro bersel satu lain yang secara umum diberi nama mikrobiota atau mikroflora. Namun, komposisi dan peran dari berbagai organisme mikro yang menghuni tubuh manusia ini belum banyak diketahui. Diperkirakan, dalam mikrobiota di dalam tubuh manusia mengandung 10 pangkat 14 sel bakterial atau 10 kali lipat jumlah sel tubuh manusia.
Koloni mikrobiota sebenarnya memenuhi seluruh tubuh manusia yang terpapar dengan lingkungan luar.
Sedangkan, saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan organ yang koloni mikrobanya paling padat. Usus saja diperkirakan mengandung sampai 70 persen dari mikroba yang ada di tubuh manusia. Sedangkan, seluruh saluran pencernaan bila dibedah mempunyai luas hampir 200 meter persegi atau seluas lapangan tenis. Tak heran begitu banyak mikroba menghuninya, apalagi saluran pencernaan punya banyak kandungan zat yang menjadi nutrisi mikroba.
Mayoritas mikrobiota di saluran pencernaan terdiri atas organisme anaerob atau hidup tanpa oksigen yang mencapai dua pertiga dari populasi.
Jumlah spesies bakteri di saluran pencernaan manusia sangat bervariasi antartiap penelitian yang pernah dilakukan, namun secara umum diterima kalangan ilmuwan dunia bahwa jumlahnya antara 500 dan 1.000 spesies. Namun, analisis paling mutakhir menunjukkan bahwa mikrobiota di dalam saluran pencernaan manusia terdiri lebih dari 35 ribu spesies bakteri.
Penuh Bakteri Sejak Lahir
Kolonisasi saluran pencernaan oleh mikroba sudah dimulai sejak manusia lahir. Sejak bayi bergerak keluar dari saluran rahim menuju dunia luar sudah terpapar oleh populasi mikroba kompleks. Menurut artikel berjudul “Gut Microbiota in Health and Disease” dalam jurnal Physiological Review, buktibukti menunjukkan bahwa kontak langsung bayi dengan mikroba saat kelahiran memengaruhi perkembangan dari mikrobiota di saluran pencernaan bayi datang dari fakta mikroba di saluran pencernaan bayi ternyata mirip dengan mikroba pada vagina sang ibu. Sementara, bayi yang dilahirkan lewat operasi caesar mempunyai komposisi mikroba yang berbeda dibanding bayi yang dilahirkan normal.
Setelah terbentuknya populasi mikroba di saluran pencernaan sampai satu tahun pertama sang bayi maka komposisi mikroba pada saluran pencernaan manusia relatif lebih sederhana dan lebih bervariasi antarindividual berbeda dan juga dipengaruhi oleh waktu.
Namun, setelah mencapai usia satu tahun, komposisi mikrobiota di saluran pencernaan anak manusia akan mulai mewakili apa yang akan menjadi komposisi mikrobiota pada usia remaja dan dewasa nantinya.
Temuan ini kemudian menjurus ke pada kesimpulan bahwa kolonisasi awal terlibat dalam membentuk komposisi mikrobiota selama masa dewasa. Misalnya, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada tikus, mikrobiota pada bayi tikus berhubungan erat dengan mikrobiota ibu si tikus. Kemudian, mikrobiota dari tikus kembar dewasa monozigot dan dizigot juga mirip dengan saudara kembarnya. Bisa ditarik kesimpulan bahwa komposisi mikrobiota dari ibu yang sama mempunyai peran besar dalam menentukan komposisi mi krobiota ketika dewasa.
Namun, kesimpulan pada tikus itu sulit diterapkan pada manusia meng ingat ada berbagai faktor lain terlibat, mi salnya, pola makan manusia yang lebih bervariasi dibandingkan tikus.
Makanan tentu saja menyumbang faktor penting dalam susunan mikroba dalam perut.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa faktor genetik juga mengambil peran dalam komposisi mikrobiota di saluran pencernaan, seperti ditemukan pada kasus tikus yang direkayasa agar mengalami obesitas mempunyai proporsi kelompok bakteri berbeda dibanding saudaranya tikus normal.
Meski demikian, faktor genetika ini dianggap mem beri dampak tak langsung saja. Dengan banyaknya faktor yang memengaruhi komposisi mikrobiota dalam tubuh mamalia, secara umum komposisi mikrobiota di tubuh manusia relatif stabil dalam tataran filum mikrobiota itu.

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment

PERLU UNTUK DI BUKA