Perubahan kurikulum yang akan diberlakukan pada 2013 mendatang memiliki tujuan untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa dan mendorong siswa untuk aktif. Pada kurikulum baru, siswa tidak hanya menjadi obyek namun bisa menjadi subyek dengan ikut mengembangkan wawasan pembelajaran yang ada.
Standar penilaian pada kurikulum baru tentu berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Mengingat tujuannya untuk mendorong siswa aktif dalam tiap materi pembelajaran, maka salah satu komponen nilai siswa adalah jika si anak banyak bertanya.
Selain keaktifan bertanya, komponen lain yang akan masuk dalam standar penilaian adalah proses dan hasil observasi siswa terhadap suatu masalah yang diajukan guru. Kemudian, kemampuan siswa menalar suatu masalah juga menjadi komponen penilaian sehingga anak terus diajak untuk berpikir logis.
Yang terakhir adalah kemampuan anak berkomunikasi melalui presentasi mengenai pelajaran yang dibahas.
Namun kurikulum baru yang nantinya akan menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ini dinilai pro-kontra. Kurikulum ini menurut pakar pendidikan hanya sesuai untuk anak-anak yang berasal dari golongan menengah ke atas. Padahal, maksud dari penerapan kurikulum baru ini antara lain agar metode yang muncul di sekolah internasional juga dapat dirasakan seluruh sekolah di Indonesia. Mengapa demikian?
Karena kurikulum baru nanti akan sulit dikembangkan pada sekolah di seluruh Indonesia. Untuk sekolah yang didominasi oleh siswa dari golongan menengah ke atas, kurikulum ini masih dapat berjalan, tapi tidak sebaliknya.
Metode pembelajaran pada kurikulum yang mengandalkan observasi ini sebenarnya sudah diterapkan di sekolah internasional yang ada di Indonesia. Tidak hanya sekolah internasional, sekolah-sekolah yang dikelola oleh perorangan atau yayasan juga sudah menggunakan metode ini dan memang hasilnya lebih baik. Tapi kenyataannya di Indonesia kebanyakan adalah sekolah biasa bukan seperti sekolah internasional yang memiliki fasilitas yang lengkap. Selain itu guru-gurunya, kesejahteraannya masih bermasalah, kualitasnya juga beragam. Didaerah ibukota seperti Jakarta mungkin masih bisa untuk menerapkan kurikulum ini, namun bagaimana dengan sekolah yang berada di daerah pelosok? Anak-anak berangkat sekolah saja susah, fasilitasnya seadanya, dan jumlah gurunya yang kurang memadai.
Ternyata hal dampak dari penggantian kurikulum ini tidak hanya dirasakan oleh pakar pendidikan namun guru-guru dipelosok daerah di Indonesia juga merasakan dampaknya ini.
Menurut para guru untuk kurikulum 2013 justru mengurangi konsentrasi pembelajaran karena menggabungkan mata pelajaran IPA dengan Bahasa Indonesia di sekolah dasar. Ini terlalu ideal karena tidak mempertimbangkan kemampuan guru serta tidak dilakukan uji coba dulu di sejumlah sekolah sebelum diterapkan. Selain itu guru-guru juga membutuhkan adaptasi yang lama untuk beradaptasi dengan perubahan kurikulum yang mendadak ini.
Sebenarnya KTSP untuk kurikulum 2013 sudah sesuai dan dapat diterima karena masing-masing sekolah mengetahui kondisi lapangan sehingga metode pembelajarannya dapat dicari yang sesuai. Jika memang tidak mencapai target yang diharapkan selama enam tahun ini, maka seharusnya pemerintah tidak harus mengganti kurikulumnya namun dibenahi dan dievaluasi dari tahun-tahun yang lalu.
Hal lain dari kurikulum 2013 nantinya adalah pada kurikulum baru nanti, guru tak lagi dibebani dengan kewajiban untuk membuat silabus untuk pengajaran terhadap anak didiknya seperti yang terjadi pada saat KTSP. Kemudian masalah yang cukup signifikan dan berdampak pada anak didik pada tahun sebelumnya adalah banyak bermunculannya Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan konten tak sesuai. Hal ini disebabkan kemampuan guru dalam membuat soal latihan untuk murid kadang terbatas sehingga penggunaan LKS dijadikan pilihan.
Untuk jam pelajaran dan pembelajaran dalam kurikulum 2013 nanti, untuk SD yang semula 10 mata pelajaran akan menjadi enam mata pelajarann yakni Matematika, Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, serta Kesenian. Di lain pihak, materi IPA dan IPS menjadi tematik di pelajaran-pelajaran lainnya.
Untuk Siswa SMP dari 32 jam menjadi 38 jam pelajaran per minggu. Mengacu kurikulum baru, jumlah mata pelajaran SMP yang semula 12 nanti menjadi 10 mata pelajaran. Mata ajar muatan lokal dan pengembangan diri akan melebur ke dalam mata pelajaran seni budaya dan prakarya.
Sedangkan mata pelajaran yang lain tetap, yakni Pendidikan Agama, Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Seni Budaya (muatan lokal), Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
Adapun untuk tingkat SMA masih relatif sama dan tak ada perubahan yang signifikan.
(Dikutip dari berbagai sumber)
No comments:
Post a Comment